Selasa, 19 Juni 2012

Pesona Jatiluwih

Jatiluwih, sebuah obyek wisata alam yang menarik karena memiliki pemandangan alam yang indah. Jatiluwih terletak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Pulau Bali, Indonesia.

Jatiluwih terdiri dari kata Jati dan Luwih, yang artinya benar benar indah. Jatiluwih dengan latar belakang Gunung Batukaru, terletak pada ketinggian 700 m diatas permukaan laut dan berhawa sejuk serta suasananya terasa nyaman. Sebagian besar daerahnya merupakan daerah persawahan yang dibuat berteras atau berundak atau bertingkat, sehingga dikenal dengan sawah berteras khas Bali.
Sistem sawah berteras ini telah membuat Jatiluwih dinominasikan masuk daftar UNESCO World Heritage sebagai warisan budaya dunia. Jatiluwih merupakan lokasi terbaik untuk melihat keindahan terasering di Bali.
Untuk mengairi sawah seluas ± 636 hektar di Jatiluwih ini, maka digunakanlah sistem pengairan subak, yaitu sistem pengairan atau irigasi tradisional Bali yang berbasis pada masyarakat.

wisata alam Jatiluwih ini banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara untuk menikmati keindahan alam, udara yang sejuk serta merasakan suasana pedesaan yang terasa sangat damai. Kawasan persawahan yang luas menghijau adalah sebuah daya tarik wisata alam yang indah, yang dapat ditemukan di Jatiluwih.
Selain Jatiluwih, Kabupaten Tabanan juga memiliki obyek wisata menarik lainnya, di antaranya : Tanah Lot, Bedugul, Puputan Margarana, Taman Kupu-kupu (Butterfly Park) dan tempat wisata lainnya. Kabupaten Tabanan juga dikenal sebagai daerah agraris dan merupakan lumbung padinya Pulau Bali.
Agar dapat menikmati wisata sepanjang hari di Bali, maka ada baiknya selain ke Jatiluwih juga ketempat wisata lainnya. Dapat direncanakan jadwal wisatanya sebagai berikut :
Mulai dari Denpasar, Bedugul, pertigaan Desa Pacung, Jatiluwih, Yeh Panes Tabanan, Monumen Subak, Alas Kedaton, terakhir menuju Tanah Lot untuk menikmati keindahan Sunset di sore hari dengan pemandangan yang begitu indahnya.
Apa Yang Dapat dilakukan Wisatawan Di Jatiluwih ?
Di Jatiluwih, wisatawan dapat melakukan kegiatan atau aktivitas trekking sambil menikmati suasana alam Jatiluwih yang masih natural serta melihat aktivitas masyarakat yang hampir sehari penuh disawah.
Wisatawan dapat juga menikmati atraksi budaya cara menanam padi yaitu mulai dari proses pertanian dan mapag toya, ngendag, mengolah tanah, tanam padi, mebiyukukung dan sampai panen padi. Menariknya, masih dipertahankannya padi lokal serta budidayanya masih menggunakan pupuk organik.
Pada setiap 210 hari sekali di hari Rabu Kliwon Ugu, wisatawan dapat melihat upacara petoyan yang diadakan di Pura Petali dengan menggelar tarian yang bersifat sakral yaitu Tarian Wali Pendek.
Fasilitas Yang Tersedia
Di kawasan Jatiluwih tersedia wantilan untuk tempat beristirahat, Bale Bengong, restaurant, warung, toilet dan tempat parkir.
Jarak Tempuh Ke Jatiluwih
Jarak tempuh dari Denpasar ke Jatiluwih ±48 km, lokasinya terletak dibagian utara Kota Tabanan (±28 km dari Kota Tabanan).

Pesona kepulauan Spermonde

Kepulauan Spermonde umumnya berada di wilayah Kota Makassar. Pulau kecil ini  termasuk dalam jajaran gugus pulau-pulau kecil. Untuk menjangkaunya cukup mudah, yang Anda perlukan adalah tiket perjalanan menuju Kota Makassar, dan dari Kota Makassar telah tersedia 3 dermaga penyeberangan yang saling berdekatan, yaitu : dermaga Kayu Bangkoa, dermaga wisata Pulau Kayangan dan dermaga milik POPSA (Persatuan Olahraga Perahu motor dan Ski Air) Makassar. .
Kota Makassar yang terkenal dengan wisata bahari memang menawarkan berjuta pesona keindahan alami, khususnya pantai. Namun, jarang orang yang tahu sebetulnya banyak sekali pulau-pulau kecil yang sangat indah di sekitar Makassar, salah satunya Pulau Samalona.

Pulau Samalona

Cara untuk sampai ke Pulau Samalona cukup mudah Anda hanya perlu menyewa perahu dari penduduk sekitar pantai Losari Makassar yang biasanya berprofesi sebagai nelayan atau jasa penyewaan perahu. Harga perahu mulai dari 300 sampai 600 ribu rupiah, pulang pergi untuk 10 orang. Namun, ingat jangan lupa tawar-menawar dengan pemilik perahu.

Waktu tempuh untuk sampai ke Pulau Samalona dari Pantai Losari sekitar setengah jam. Sepanjang perjalanan, Anda dapat menikmati hamparan laut biru terbentang luas seakan tak ada batasnya. Anda juga bisa melihat perahu-perahu nelayan yang sedang menangkap ikan.

Ketika tiba di Pulau Samalona, Anda akan disuguhi pemandangan hamparan luas pasir putih pantai, udara sejuk nan bebas polusi, dan pemandangan alam yang masih alami. Bayangkan, air laut yang begitu bening membuat Anda tidak pernah kesulitan untuk melihat indahnya biota laut di dalam sana.
Pulau kecil ini hanya berpenghuni sekitar 16 kepala keluarga dan luasnya tidak lebih dari 100 meter persegi. Serasa memiliki pulau pribadi, bukan? Anda pun bisa menyewa baruga (rumah singgah) yang hanya sekitar 250 ribu rupiah per harinya.
Anda juga bisa menunggu keindahan matahari terbenam di pesisir pantai sambil mengitari pulau kecil itu. Rasakan lembutnya butiran-butiran pasir putih di telapak kaki sambil sesekali memungut kerang yang terseret ombak. Belum lagi kegiatan voli pantai dan sepak bola di pasir tentu seru dan mengasyikkan.

Dini hari Anda Dapat menikmati  indahnya matahari terbit di Pulau Samalona. Sungguh panorama yang begitu sulit untuk dilupakan.
Berenang di laut. Beningnya air laut dan perairan yang dangkal membuat Anda aman untuk berenang , dengan menggunakan kacamata selam dan alat bantu pernapasan a,Anda bisa bersnorkle ria, menyapa ikan-ikan kecil yang beraneka warna dengan terumbu karang yang masih terjaga keasliannya. Jika beruntung, Anda akan menemukan kuda laut yang cantik dan bintang laut yang indah di sana.

Pulau Bonetambung

Pulau ini berbentuk bulat, dengan luas 5 Ha, atau berjarak 18 km dari Makassar. Posisinya berada di sebelah timur P. Langkai. Perairan sebelah utara dan timur merupakan alur pelayaran pelabuhan, dengan kedalaman lebih dari 40 meter (± 900 meter dari pantai), perairan sebelah barat terdapat rataan terumbu karang, pada bagian luar sekitas 1 km terdapat kedalaman besar dari 20 m, dan pada sebelah baratdaya sekitar 1 km terdapat daerah yang sangat dangkal dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Belum tersedia transporatasi reguler ke pulau ini, dapat menggunakan perahu carteran (sekoci) 40 PK dengan biaya sebesar Rp. 600.000,- (pergi-pulang).

Pemukiman penduduk tersebar merata di pulau ini, dengan jumlah 481 jiwa. Vegetasi umum dijumpai adalah pohon kelapa. Beberapa kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat, adalah upacara Lahir bathin yakni mensucikan diri sebelum masuk bulan Ramadhan, Upacara Songkabala yakni upacara untuk menolak bala yang akan datang, dan upacara Pa’rappo yakni upacara ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan sebelum turun ke laut, serta upacara karangan yakni upacara ritual yang dilakukan oleh para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh hasil yang berlimpah.
Kondisi ekonomi masyarakat relatif baik dimana mata pencaharian utamanya adalah sebagai nelayan (90%) khususnya nelayan ikan kerapu Untuk mendukung sarana transportasi laut dipulau ini, telah dibangun dermaga pada sisi selatan pulau, selain fasilitas dermaga, terdapat 1 buah sekolah dasar (SD) dan 1 buah Puskesamas pembantu dengan tenaga medis 1 orang mantri, 1 orang suster dan 1 orang dukun, sanitasi lingkungan di pulau ini belum tersedia.
Kita juga dapat menjumpai sebuah masjid hasil swadaya masyarakat dan fasilitas olahraga yakni lapangan bola dan volley. Sebuah instalasi lidtrik dengan generator yang beroperasi pada pukul 18.00 – 22.00 wita melengkapi fasilitasv di pulau ini. Kepiting, crustasea, molusca, cacing pasir, kerang-kerangan, bintang laut, bulu babi, beberapa jenis ikan, seperti ; cumi-cumi, baronang, papakulu (ayam-ayam), mairo (teri), katamba, dan banyar merupakan biota yang umumnya dijumpai diperairan pulau ini. Sejumlah terumbu karang telah rusak, namun masih dapat dijumpai panorama bawah laut yang masih asri untuk lokasi snorkling. Disamping itu, upacara ritual masyarakatnya dapat menjadi atraksi wisata budaya bagi wisatawan.

Pulau Lumu-Lumu

Pulau Lumu-lumu berjarak 28 km dari kota Makassar, termasuk Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Ujung Tanah. Posisi pulau ini berada di sebelah timur P. Lanjukang, dan merupakan pulau terdekat dari tiga pulau terluar Makassar. Untuk menuju pulau ini, belum tersedia transportasi reguler, hanya tersedia perahu carteran (sekoci) 40 PK dengan biaya Rp. 600.000,- (pergi-pulang).

Pulau Lumu-Lumu
Pulau ini berbentuk bulat, memanjang barat laut-tenggara. Sebaran terumbu karang yang mengelilingi pulau ini dengan kedalaman kurang dari 1 m, dan sebagian besar berubah menjadi daratan pada kondisi surut minimum. Perairan sebelah timur dan utara, merupakan alur pelayaran dengan kedalaman besar 30m, sedangkan perairan sebelah selatan sekitar 2 km dari pulau merupakan daerah gosong dengan kedalaman 5 m, kedalaman perairan antara gosong dan perairan sebelah barat P. Lumu-lumu hingga mencapai besar dari 30 m.
Walaupun luas pulau ini hanya 3,75 ha, atau hampir setengah dari luas P. Lanjukang, namun jumlah penduduknya mencapai 984 jiwa atau 30 kali dari P. Lanjukang. Pulau ini merupakan pulau terpadat penduduknya dengan tingkat kepadatan 262 jiwa setiap ha dan tersebar merata di seluruh pulau. Tidak banyak pohon dijumpai di pulau ini. Pohon yang terdapat di pulau ini: pohon kelapa, pohon kayu cina yang menempati sisi utara, barat dan selatan.
Jumlah masyarakat sejahteranya mencapai 90%, dengan mata pencarian utamanya sebagian nelayan, yang hanya menangkap ikan yang memiliki nilai jual tinggi seperti ikan sunu (grouper) dan ikan karang lainnya. Tingkat kesejahteraan masyarakat pulau ini juga tercermin dari peralatan tangkap yang digunakan sudah lebih maju dibanding nelayan tradisional, dengan menggunakan jaring insang (gill net).
Sebuah dermaga kayu terletak pada sisi timur untuk menunjang aktifitas keluar masuknya perahu. Terdapat sebuah masjid permanen, sebuah Sekolah Dasar dan sebuah puskesmas pembantu dengan satu orang suster, pos yandu 1 buah dan dukun beranak sebanyak 2 orang. Banyak dijumpai sumur dengan air payau dan hanya digunakan untuk kebutuhan mencuci dan mandi, sementara rumah penduduk belum banyak dilengkapi dengan jamban. Instalasi listrik dari PLN dengan 2 buah generator yang beroperasi antara pukul 18.00 – 22.00 Wita, dan tersedia fasilitas telekomunikasi.
Biota yang terdapat di pesisir pulau, adalah: padang lamun, rumput laut, kepiting, keong laut, cacing pasir, teripang, sedangkan diperairan sekitar pulau.terdapat beberapa jenis ikan, karang lunak, karang keras, dan padang lamun.

Pulau Barrang Lompo

Pulau Barrang Lompo termasuk wilayah Kecamatan Ujung Tanah, dan berada di sebelah utara P. Barrang Caddi, dan berjarak 13 km dari Makassar. Pulaunya berbentuk bulat, dengn luas 19 Ha. Vegetasi yang umum tumbuh di pulau ini adalah pohon asam, pohon pisang dan pohon sukun, sedangkan pohon kelapa hanya dijumpai disisi timur dan barat pulau ini.

Pulau Barrang Lompo
Konsentrasi pemukiman penduduk berada pada sisi Timur, Selatan, dan Barat dengan jumlah penduduk mencapai 3.563 jiwa dari 800 KK. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan, dilengkapi kurang lebih 50 kapal kayu motor dan sekoci. Kondisi ekonomi masyarakatnya relatif sejahtera.
Fasilitas umum di pulau ini cukup maju dibanding pulau lainnya, tersedia transportasi reguler dari dan ke Makassar dengan kapal motor, biayanya Rp. 6.000,- per orang sekali jalan, sanitasi yang cukup baik, fasilitas pendidikan : 1 buah Taman Kanak-kanak (TK), dan 2 buah Sekolah Dasar. Pulau ini dilengkapi juga dengan fasilitas kessehatan berupa 1 buah Puskesmas dan sebuah lagi puskesmas pembantu dengan tenaga medis yang terdiri dari 1 orang dokter, 1 orang perawat, 1 orang mantri, dan 1 orang bidan. Instalasi listrik dengan 2 generator yang berkapasitas 360 KVA yang beroperasi pada pukul 18.00 – 06.00 WITA. Jalan-jalan utama dibuat dari paving blok. Fasilitas air yang baik dan memiliki 2 buah dermaga (tradisional dan semi permanen), dan di pulau ini terdapat “Marine Field Stasiun Universitas Hasanuddin”.
Tradisi masyarakat yang masih dijumpai di pulau ini adalah upacara Lahir Bathin yakni mensucikan diri sebelum masuk bulan Ramadhan, upacara Songkabala yakni upacara untuk menolak bala yang akan datang, upacara Pa’rappo yakni upacara ritual yang dilaksanakan oleh para nelayan sebelum turun ke laut, dan upacara Karangan yakni upacara ritual yang dilakukan oleh para nelayan ketika pulang melaut dengan memperoleh hasil yang berlimpah.
Selain makam-makam tua dari abad ke XIX yang terdapat di pulau ini sebagai obyek wisata budaya yang menarik dikunjungi, juga kios tempat pembuatan cindera mata dari kerang laut, berada tepat didepan dermaga utama. Pada beberapa spot di perairan pulau ini, kehidupan karang dan ikan karang umumnya masih baik, walaupun ada sebagian karangnya sudah ikut hancur akibat eksploitasi yang tidak ramah lingkungan.

Pulau Kodingareng Keke

Pulau ini terletak disebelah utara Pulau Kodingareng Lompo, dan berjarak 14 km dari Makassar. Bentuk pulaunya memanjang timurlaut – baratdlaya, dengan luas ± 1 Ha. Pada sisi selatan pulau, pantainya tersusun oleh pecahan karang yang berukuran pasir hingga kerikilan, sedangkan pada sisi utara tersusun oleh pasir putih yang berukuran sedang-halus dan bentuknya berubah mengikuti musim barat dan timur. Tidak tersedia transportasi reguler menuju pulau ini, namun dapat menngunakan perahu motor carteran (sekoci), 40 PK dengan biaya Rp. 500.000,- (pergi-pulang)

Pulau Kodingareng Keke
Tidak tercatat adanya penduduk di pulau ini, namun dalam 7 tahun terakhir ini terdapat beberapa bangunan peristirahatan semi permanen bagi wisatawan yang berkunjung ke pulau ini. Bangunan dikelola oleh seorang warga negara Belanda, dan telah menanam kembali beberapa pohon pinus. Namun belakangan bangunan tersebut hancur terkena badai dan tinggal puing²nya saja. Pada sisi barat terdapat dataran penghalang yang terbentuk akibat proses sedimentasi yang tersusun atas material pecahan koral. Ada pasang terendah, terdapat dataran yang cukup luas dibagian barat pantai. Perairan sebelah baratlaut merupakan daerah yang cukup luas dengan kedalaman kecil dari 5 meter hingga mencapai 2,5 km dari garis pantai, sedangkan di perairan sebelah timur dan selatan merupakan alur pelayaran masuk dan keluar dari pelabuhan samudera Makassar.
Perairan di sekitar pulau ini merupakan tempat yang ideal bagi mereka yang menyenangi snorkeling. Kondisi terumbu karangnya umumnya terjaga dengan baik, dengan ikan-ikan karangnya yang cantik membuat panorama bawah lautnya semakin asri. Bagi anda yang tidak menggemari snorkling/diving, dapat anda menikmati hamparan pasir putihnya.

Keajaiban alam Minangkabau

Arsitektur Rumah Gadang (Rumah Adat Minangkabau , sangat menawan namun alamnya sungguh menakjubkan , suatu Keajaiban Alam ciptaan Tuhan yang patut anda kunjungi.

1. Jembatan Akar – Pesisir Selatan

2. Ngarai Sianok – Bukit Tinggi

3. Danau Singkarak – Tanah Datar

4. Gunung Singgalang – Padang Panjang

5. Laut Mentawai – Mentawai

6. Lembah Arau – Limapuluh Kota

7. Danau Maninjau – Agam

8. Danau Kembar – Solok

9. Pantai Air Manih/Batu Malin Kundang – Padang

PESONA RAJA AMPAT

Raungan mesin kapal kayu akhirnya berhenti dan perahu mulai merapat. Tak ada yang terdengar kecuali ombak kecil yang mendera sisi kapal dan perlahan-lahan melepaskannya. Burung-burung beterbangan dari ujung pohon kecil di salah satu pulau tak berpenghuni dan terpencil.
Raja Ampat atau 'Empat Raja' adalah nama yang diberikan untuk pulau-pulau ini. Sebuah nama yang berasal dari mitos lokal. Empat pulau utama yang dimaksud itu adalah Waigeo, Salawati, Batanta, Misool yang merupakan penghasil lukisan batu kuno.

Raungan mesin kapal kayu akhirnya berhenti dan perahu mulai merapat. Tak ada yang terdengar kecuali ombak kecil yang mendera sisi kapal dan perlahan-lahan melepaskannya. Burung-burung beterbangan dari ujung pohon kecil di salah satu pulau tak berpenghuni dan terpencil.
Raja Ampat atau 'Empat Raja' adalah nama yang diberikan untuk pulau-pulau ini. Sebuah nama yang berasal dari mitos lokal. Empat pulau utama yang dimaksud itu adalah Waigeo, Salawati, Batanta, Misool yang merupakan penghasil lukisan batu kuno.
Pecinta wisata bawah laut dari seluruh dunia berduyun-duyun datang ke ini untuk menikmati pemandangan bawah laut terbaik di dunia yang mengagumkan. Dua hari sebelumnya, saat Anda berada di Bali yang ramai sekaligus sakral berbalut seni maka naiklah pesawat menuju ujung kepala burung Pulau Papua. Selanjutnya, bersiaplah untuk sebuah petualangan yang takkan terlupakan. Mulailah tur Anda dari sini dengan menyelam di bawah lautnya yang paling indah. Jelajahilah dinding bawah laut yang vertical itu. Rasakan juga ketegangan menyelamnya, berdebar-debar saat terombang-ambing arus laut. Itu pastinya akan menjadi pengalaman pribadi yang tak terlupakan di Raja Ampat.
Wilayah pulau-pulau di Raja Ampat sangatlah luas, mencakup 4,6 juta hektar tanah dan laut. Di sinilah rumah bagi 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, serta 700 jenis moluska. Kekayaan biota ini telah menjadikan Raja Ampat sebagai perpustakaan hidup dari koleksi terumbu karang dan biota laut paling beragam di dunia. Bahkan, menurut laporan The Nature Conservancy dan Conservation International, ada sekitar 75% spesies laut dunia tinggal di pulau yang menakjubkan ini.

 Pecinta wisata bawah laut dari seluruh dunia berduyun-duyun datang ke ini untuk menikmati pemandangan bawah laut terbaik di dunia yang mengagumkan. Dua hari sebelumnya, saat Anda berada di Bali yang ramai sekaligus sakral berbalut seni maka naiklah pesawat menuju ujung kepala burung Pulau Papua. Selanjutnya, bersiaplah untuk sebuah petualangan yang takkan terlupakan. Mulailah tur Anda dari sini dengan menyelam di bawah lautnya yang paling indah. Jelajahilah dinding bawah laut yang vertical itu. Rasakan juga ketegangan menyelamnya, berdebar-debar saat terombang-ambing arus laut. Itu pastinya akan menjadi pengalaman pribadi yang tak terlupakan di Raja Ampat.
Wilayah pulau-pulau di Raja Ampat sangatlah luas, mencakup 4,6 juta hektar tanah dan laut. Di sinilah rumah bagi 540 jenis karang, 1.511 spesies ikan, serta 700 jenis moluska. Kekayaan biota ini telah menjadikan Raja Ampat sebagai perpustakaan hidup dari koleksi terumbu karang dan biota laut paling beragam di dunia. Bahkan, menurut laporan The Nature Conservancy dan Conservation International, ada sekitar 75% spesies laut dunia tinggal di pulau yang menakjubkan ini.

Akhir Desember 2011, Raja Ampat – Papua ditetapkan sebagai Destinasi Pariwisata Nasional

Keunikan adalah saripati dari sebuah daya tarik wisata.Tak banyak sebuah daya tarik wisata memiliki keindahan berbeda saatdilihat dari delapan penjuru mata angin, atau pun dari atas dan bawah permukaannya.Kepulauan Wayag adalah salah satu tujuan wisata luar biasa dengan keistimewaan itu. Kemanapun pandangan dilepaskan dari kacamata hitam yang menghalau teriknya sinar surya di langit Raja Ampat, setiap warna dan bentuk  yang berlabuh di persepsi kita tentang Kepualaun Wayag hanya mampu memberikan satu makna, yaitu kepuasan.

Mari kita lihat kumpulan pulau karst ini dari sisi lain, di luar kenyataan bahwa Kepulauan Wayag adalah saripati dari Kepulauan Raja Ampat yang terletak di coral triangle di Asia Pasifik.

 Seperti hidangan utama dalam sebuah pesta, Kepulauan Wayag dapat menaikan tekanan darah lebih cepat hanya dengan melihatnya saja, belum lagi menyentuh dan menghirupnya. Anda seperti ada di dalam etalase karya-karya alam terbaik. Keindahan ini begitu nyata, namun seperti di dunia mimpi yang dilukis oleh warna, sehingga sulit diurai oleh kata-kata.







50 Destinasi Pariwisata Nasional akan Dikembangkan


Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) berencana mengembangkan 50 tujuan wisata nasional sampai dengan 2025. Tujuan wisata tersebut akan tersebar di seluruh Indonesia. Masing-masing kawasan tujuan wisata memiliki titik strategis yang akan dikembangkan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu, dalam Konferensi Pariwisata Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (5/12), mengutarakan bahwa hal tersebut sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2011 pada 2 Desember 2011. Untuk itu, beliau berpesan agar daerah mulai mempersiapkan diri dan menyusun rencana jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang untuk mengembangkan tujuan wisatanya yang potensial.


Pengembangan 50 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) yang siap dikembangkan pemerintah hingga tahun 2025 tersebut berada dalam 88 kawasan strategis pariwisata nasional dan 222 kawasan pengembangan pariwisata nasional yang dinilai potensial. Pengembangan kawasan pariwisata nasional akan dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi Nias dan Simeluen. Sedang di Provinsi Sumatera Utara meliputi Medan dan Danau Toba. Kemudian di Provinsi Nusa Tenggara Barat meliputi Lombok, Moyo, dan sekitarnya, serta di Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi Komodo, Ruteng, dan Kelimutu.

Proyek pengembangan pariwisata juga pengembangan Pangandaran pasca tsunami. Dalam pengembangan tersebut hal yang perlu diperhatikan adalah pedagang keliling hingga area pantai, pengelolaan lingkungan sekitar pantai terkait manajemen sampah pemanfaatan energi, dan meningkatnya kebutuhan untuk pelayanan pariwisata.

Menparekraf menambahkan agar pengembangan pariwisata nasional ini berhasil maka perlu kerja sama dan koordinasi serta perencanaan yang baik. Beliau mencontohkan pengembangan sebuah destinasi harus dibagi dalam 3 tahap yakni pra-proyek, pelaksanaan proyek, dan pasca-proyek. Praproyek disiapkan daerah tujuan wisata, dilakukan perencanaan pengembangan, kemudian setiap daerah mengidentifikasi langkah yang akan dilakukan dan melakukan proses persiapan dengan memperhatikan masukan berbagai pihak. Setelah itu menyiapkan proposal yang akan diinisiasikan baik kepada pemerintah pusat maupun investor dan melakukan perancangan yang baik. Pasca-proyek ada evaluasi yang dilakukan agar dapat menjadi bahan pelajaran ke depan.

Temukan sumber sejenis di alamat berikut.

Senin, 18 Juni 2012

Tourism Development in Indonesia


   Indonesia is located on over 13,000 islands and has over 17 percent of the earth’s species. Roughly and conservatively, Indonesia houses about 11 percent of flowering plant species, 12 percent of the world’s mammals, 17 percent of all birds, and at least 37 percent the world’s fish.
   Since its independence, the government of Indonesia has exploited the natural resources of country to fuel “development”. Minerals and oil are heavily extracted; forest have been cleared and cut down. The development—which emphasizes very much on economic growth—has neglected almost all aspects other than economic growth. Until the late 1980s, the focus of the development had been on import substitution, and after that on developing export oriented industries. Hence, development in Indonesia means nothing more than industrialization. Moreover, industrialization in Indonesia has been focused on manufacturing.
   As stated in its long-term plan of development, Indonesia started its development by boosting the agriculture to be self-sufficient in food, and at the same time, establishing the foundations for industrialization. After completing the phase of developing its secondary (manufacturing) industry, the country moved forward to tertiary (service) industry. Relying on this concept on the early 1990s, Indonesia promoted the development of service industries. The most prominent sector in this industry is tourism.
   Tourism has played an important role in some provinces in Indonesia. The province of Bali, for example, enjoyed revenues from tourism even before the Government of Indonesia gave its attention to this sector. In order to promote the tourism industry, the president established a Ministry of Tourism, Post and Telecommunication in 1988, and set a “Visit Indonesia Year 1990” program.
NATIONAL POLICY ON TOURISM
   National policy on development of tourism is based on a long-term plan of development. During the last 32 years, a centralized development policy, including the tourism, was adopted. As a result, many provinces of Indonesia were not optimally and equally developed. The growth of tourism had been lower than that of neighboring countries in ASEAN, a surprising fact when taking into account the richness of Indonesia‘s “tourist attractions”.
   Recent development shows increasing efforts by the central government to work together with the local government to identify, develop and promote potential tourist destinations other than Bali. Along with the increasing awareness of nature protections, which will attract special tourists to visit Indonesia, the government has also introduced regulations on environment which are related to the sector of tourism, such as: 
1. The Decree of the Minister of the Environment, No. Kep-32A/MENLH/7/1995 regarding Proper Clean River Program (Prokasih);
2. The Decree of the Minister of the Environment, No: Kep-52/MENLH/10/1995 on Standard Quality of Liquid Wastes for Hotel Operations; 
3. The Decree of the Head of Environment Control Institution (BAPEDAL), No: Kep-32/BAPEDAL/05/1997 regarding Clean River Program, to require hotels to install liquid waste management unit;
4. MOU between the Ministry of the Environment and Indonesian Association of Hotels and Restaurants, No: 02/MENLH/12/1995 concerning the Training and Monitoring of Environmental-friendly Hotels and Restaurants 
5. Programs on Evaluating the Achievements of Business Entities in implementation of Clean River Program.
   Implementations of those regulations include the effort to apply environmentally friendly standards for the operations of hotels in Indonesia. The government has planned to include hotels in point 5 above, which include the evaluation of environmental management with the use of rating through colored labels starting in 1998, as follows:
  • Gold labels are given to hotels which have achieved the level of zero emission; 
  • Green labels are provided to hotels which have adopted clean technology or minimizing environmental impacts;
  • Blue labels are produced for hotels which are abiding the current regulations on environmental control;
  • Red label is for a hotel which has tried to adopt, but failed to meet the requirements of the regulations on environment;
  • Black labels are for hotels that do not try to abide the regulations on environment, and even damaging the environment.
   One effort of the government to prevent pollution is by providing incentives through the Program of Soft Loan for Environment from Overseas Economic Corporation Funds on Pollution Abatement Equipment. This program is designed to encourage the installation of pollution management units in some businesses of which the operations are potentially damaging the environment. The soft loan with a period of 3 to 20 years is expected to answer the problems of high cost of investments in waste processing units faced by domestic investors.
MORE ON TOURISM POLICIES and THEIR BENEFITS TO THE INDONESIAN ECONOMY
   After several years, private tourism sectors as well as the government, realized that the development of tourism in this country is not only beneficial but has also its negative impact, such as: environmental degradation, economic gap between those related to the tourism business and those who are not, cultural degradation, etc. Massive development of high rise hotels, roads and infrastructures, along with changing use of the land, etc. for the purpose of tourism, have resulted the serious degradation of the environment. Some of these impacts will be described in the case studies.
   As tourism developed, profit-seeking investors have come. Their fresh capital enabled them to own most of the resources, and eventually expel the local community from their own land. This left them with choices of either stay as farmers in less-fertile and smaller size of lands, or taking other jobs such as small merchants, providing services to the tourism activities, etc
   As will be described in the case of Bali, the pressures of capital have affected not only Bali’s economy, but also its culture. 
Under the pressure of Indonesian NGOs, informal leaders, religious leaders and other concerned people, the government of Indonesia has started to change its policies on tourism. The government has put its best efforts in promoting people-centered tourism and ecologically friendly tourism.
   Unlike the previous ones, the new policies provide more opportunities for the local people to participate in the tourism development. Under the "tourism build prosperity and peace" theme, the Government of Indonesia empowers small and medium scale entrepreneurs and cooperatives in tourism sector, encourages private--especially the small and medium ones, deregulates licensing process for eliminating high-cost economy, and implements community based tourism.
   Environmentally friendly tourism, or eco-tourism, has been adopted in in the last five years. It, as a mater of fact, has not been a mainstream in the tourism development. Only some areas--consist of national parks, rivers, and forests--are designated to be used for eco-tourism. In developing eco-tourism. It is understood that eco-tourism should make requirements of nature and environmental protection the basis for touristic activities. Thus, it ensures its ecological sustainability.
TOURISM IN BALI ISLAND
   Compared to the total area of Indonesia, Bali represents only 0.29%. Based on 1997’s data, the total population of Bali is about 3.3 million, with a population density of almost 585 person/sq.km. However, Bali ranks as the first in terms of popularity among tourist-destination areas in Indonesia. Tourism in Bali had started since 1926 with the exploitation of the unique Balinese cultural and natural beauty by the Dutch colonial government. The government of Indonesia started in 1960 with the building of the Bali Beach Hotel in Sanur and the Ngurah Rai international airport.
   Bali is internationally known for its dances, temples, and beaches, which have long been recognized as main tourist attractions. In 1996 BaIi attracted a total number of around 3 million tourists, or about 30% of the total number of foreign tourists coming to Indonesia. The trend shows an escalating number over several years. The increase is supported by the infrastructures and facilities.: more than 25,000 hotel rooms of various qualities, international airport which can accommodate large airplanes, ports and more than about 500 thousands Balinese involved in tourism activities.
   Despite the deterioration of Indonesian politics and economy, Bali is still perceived as a very safe and nice place to visit. Bali enjoys the ever increasing number of visitors whom each stays the average of 9 days, with an average spending of about USD 80 per day. Bali is indeed the only tourist destination in Indonesia that is still recommended by the government of Japan, USA, Australia and other European countries. Other areas in Indonesia still suffer significant drop due to the recession and partly to travel bans set by foreign countries. On the contrary, Balinese merchants, brokers, etc. have gained profit from the condition. Tourism industry in Bali still enables Balinese to sustain their consumptive lifestyle.
   The development of tourism industry has played an important role in Bali’s economy due to its limited natural resources. An important indicator of the growth in revenue is the income per capita which has been increasing since 1994 of Rp. 2,22 million, Rp. 2,56 million (1995), and Rp. 2,95 million (1996), with several tourist destination areas as the highest per capita income.
   An indirect impact from the growth is the relatively high population growth rate in these areas compared to other areas. The urbanization as well as migrant workers from other provinces have caused high growth rate of population which affect natural environment, social, economic and cultural life of the Balinese.
   The tourism development plan of Bali is based on two regulations i.e. (1) The Decree of the Governor of Bali No. 528 / 1993 regarding Tourism Area; (2) The Decree of the Local Government No. 4 / 1996 regarding Spatial Planning for the Province of Bali.
The objectives of the above regulations are: (1) To provide guidance for the optimum use of space at tourist destination areas, especially in less developed areas; (2) To reduce the negative impacts of tourism activities on the sustainability of the environment
The strategies on the above are based on the Balinese philosophy of Tri Hita Karana that includes:
  • Strategy of managing sanctuaries;
  • Development of agricultural areas and regional infrastructures;
  • Development of urban and other priority areas.
1. Social and Cultural 
Aside from its benefits, the growth of tourism in Bali has some negative impacts, particularly in the social and the cultural dimensions. The Balinese culture has changed due to commercial influences, people alienation from their own land, market orientation of artworks. Among them are:
 Tourism has created income opportunities. Unfortunately, young generations have failed to exercise religious and/or ethical values to generate income; Cases of young people involved in various types of prostitution are common in several popular tourist destination areas. There are street souvenir vendors who sell their merchandise in such ways that annoy the customers, while some others put very high price on the low quality merchandise. These will create the negative image of Bali as a safe and enjoyable tourist destination.
 Expecting more money, some local people who do not have necessary skills take shortcuts to wealth which, in most cases, are not morally acceptable.
 There are also cases where the local community has been alienated from their own village. The flow of investments on hotels along the beach has driven local community out of their lands and even beaches. Beaches are essential to the Balinese, for their religious believe to the Sang Hyang Widi Wasa. Land, sea, and mountain are perceived as one unity. As some beaches are converted into private areas, Balinese are alienated from their own values and can no longer perform their rituals.
    Other main tourist attractions are dances, paintings and sculptures. These art forms have generated a lot of income from the rise of tourist visit to Bali. However, the products of these art forms have been adjusted according to the taste of the market. This resulted in popular market products rather than high quality of art itself. Sculptures, dances, and other art products are originally--for Balinese--for ritual and religious purposes. However, thanks to the market pressure, they are turned into commercial commodities.
 
2. Economic Perspective
The Tourism industry -- including transportation, hotel, hospitality, and travelling services -- is the biggest industry in Bali that provides quality employment opportunities for the Balinese, and is still one of the fastest growing sectors in the Island. Employment opportunities have been provided by small businesses especially in the home industry, supporting the tourism activities. Many of them are located in the urban areas. Considering the economic crises suffered by the country, it is projected that the growth of the industry in Bali will not exceed that of 1997/98.
Tourism industry is expected to contribute a major portion of GDP in foreign exchange, which is very much needed at this moment, and to provide 2.6 million, 2.8 million, and 3.4 million employment opportunities in 1996, 1997, and 1998 respectively. The figures above have shown the important role of tourism in Bali’s economy. Most of Balinese are economically depend on the tourism directly or indirectly.
During the political riots in several major cities of Indonesia, considered as the safest place to stay, hotels in Bali were fully booked. The government of Bali also benefited from this situation, specifically from income tax and local retributions.
Tourism industry has played an important factor to boost exports. Foreign tourists spend their foreign exchange directly by buying products of the visited country. About 14% of the total value of Indonesian export are generated from tourism. The transactions are directly between tourists and merchants. 
Another important impact of the tourism in Bali is that it generates a multiplying effect. The growth of tourism will enable other sectors such as construction and manufacturing to grow as well. In 1997, there were 61 new investments in tourist destination developments in Bali alone.
3. Environment Perspective
The increasing activities in tourism have resulted in some negative impacts on the environment, e.g.:
  • Ground water
The significant increase of water consumption for daily activities as well as for recreational purposes, such as swimming pools. Many hotels in Bali are forced to provide their own sources of clean water because the limited access to the local water companies (30% of the current needs). These hotels have turned into ground water extraction, amounting to about 46% of their needs, to supply their needs for clean water. The extensive use of ground water may decrease the ground water reserve in the long run, and induce the absorption of seawater (intrusion) even further.
  • Liquid wastes 
Based on review done by the government on some hotels in Bali, about 63 % have installed a liquid waste management unit, while the rest still use the absorption methods. A conventional system on liquid waste management (absorption) has grown businesses for providing the service of hauling human wastes. Their service seems to solve the problem of liquid waste of the hotels. However, the lack of regulation on waste management, has excused the private haulers to pour liquid wastes directly into the sea and rivers. Thus creating a higher potential damage to the environment. The regulations also failed to set parameters on some factors, such as content of oil/fat, NO3-N, Phosphors, Faecal Colii, etc. in the ambient water.
  • Solid wastes
Most hotel operators in Bali are using private hauler in maintaining their solid wastes. These private haulers are responsible to collect, transport and dispose the wastes. Wastes from the hotel kitchen are often used to create compost and feed for pigs. Some hotels have also worked together with private sectors to recycle some wastes like papers, glass bottles, etc. There are also cases, however, of some irresponsible private haulers disposing the solid wastes in places other than the designed area, as seen in some parts of the coastal areas.
  • Noise and fuel emission
As there is a sharp increase of tourists coming to Bali, direct impacts including noise resulted from airplanes to and out of the province. Inland transportation within the province has resulted in pollution. There are also cases where some dwellings around hotel areas are affected by fuel gas emission that comes from incinerators and electric generators.
  • Eradication of Landscape and ecosystem
Lands conversion for tourism are common in Bali. A rocky hill which is rich of natural flora and fauna was “developed” into golf field; some others are cut to build boulevards and bungalows. This conversion leads to the extinction of Bali’s natural flora and fauna, such as the famous indigenous bird called Jalak Bali.
For the last six years the production of wastes and garbage, as well as depletion of environment and its flora and fauna, from tourism related activities tend to increase up to 25% per annum. These, if not properly maintained, may pollute the environment especially in popular tourist areas and its surroundings. To handle such potential problems, Bali needs to improve its policies and control system regarding the environment management.
TOURISM DEVELOPMENT IN LOMBOK ISLAND
I. Existing Conditions of Tourism Sector 
The Island of Lombok is located next to Bali. Lombok is currently considered as a very potential tourist destination area after Bali. It is part of the province of West Nusa Tenggara Barat. With a total population of 2.6 millions for the whole province, of which about 6 % is employed in tourism sectors, tourism activities has contributed an amount about US$ 106 millions, or about 25% of the local GDP. In 1997 a total number of about 200 thousands tourists originating from America, Europe, Asean, and Asia Pacific visited Lombok. 
As also in Bali, tourism activities in Lombok Island have created opportunities to generate income. Aside from hotels and restaurants, there are several art or souvenir shops introducing specific art products from West Nusa Tenggara which is quite different from that of the Balinese: hand-woven Ikat, clay works, pandan weavings, primitive wood sculptures, etc. With its unspoiled land and diversity of religious and cultural values, West Nusa Tenggara offers a unique natural as well as cultural attraction. 
2. Policy and Strategy of Local Government
As a tourism destination next to Bali, the local government has encouraged the involvement of private sector, community, and cooperative in developing tourism. This effort included the development of infrastructures to support the tourism, and, especially, the improvement of the quality and capability of the local work force.
With properly planned actions, the government of NTB expected the growth of tourism to increase 15% per annum. This means about 500,000 employment, and about USD 115 millions generated annually at the end of 1998, from about 309,000 tourist.
In an effort to develop tourism, the government of West Nusa Tenggara has established a joint venture company with the private sector called the Lombok Tourism Development Corporation (LTDC). The plan of this cooperation is to develop tourism facilities in a total area of 1,250 ha which consists of hotels, golf course, business center, and other tourism facilities. 
However, learning from tourism in Bali, the government will prevent negative impact from tourism activities. They have anticipated that problems like wastes, over investment, land acquisition, illegal buildings, environmental degradation, privatization of beaches which created less access for fishermen and public, as well as social and cultural impacts that may appear as the tourism developed. 
3. Social Perspective 
Lombok has natural beauty that can be developed as tourism resort. As the island located near Bali-a major tourist destination, Lombok has the advantage to be the second tourist destination to catch the overflow of tourists from Bali. The provincial government of NTB understand very well the strategic position of Lombok and it includes tourism as a leading sector in the provincial development. Tourism in Lombok has provided 6.09% of total employment opportunity in that area. However, the number is much lower than the available graduates of tourism schools, as well as the expectations of the government to provide employment for local community around tourist destination areas. The development of tourism has also shifted employment opportunities from agricultural to tourism related activities.
   Efforts, which have been done by the government, include facilitating training to improve the quality of local handicrafts in order to enable them to compete and to reach a much larger market share. The consideration of empowering the surrounding community is particularly important, because of the current gap between quality of local human resources compared to those from other parts of Indonesia. If left unanswered, this will lead to economic, and thus, social gap between the local community and migrants. 
However, negative impact of the development of tourism is not hard to see. More and more people have moved, either voluntarily or not, for the reason of developing tourist resorts such as the case of Ms.Inaq Ameneh of Gili Trawangan[1].
2. Economic Perspective
The natural resources of Lombok island has attracted a lot of investors--domestic as well as foreign ones--in establishing tourism related industries: hotels, resorts, travel agents, restaurants, etc. Based on data collected, there are domestic investments amounting to Rp. 362 billion and foreign investments amounting to USD 2.57 million in hotels, restaurants, etc. It is also expected that these investments could lead to other activities beneficial to the local community surrounding them. The multiplying effect of the growing tourism sector has been expected to happen in Lombok.
3. Environment Perspective 
The local government of West Nusa Tenggara has taken some preventive measures based on the negative experience of Bali, such as the degradation of quality and quantity of natural resources, as well as the impacts on the local community. 
However, with a current economic condition of the area (i.e. population of almost 4 million, income per capita of Rp. 1.8 million--less than 55% of its neighboring Bali--and limited amount of local revenue of the government), it seems that the government of West Nusa Tenggara is facing a difficult choice between maintaining the quality of the land and a fast way to increase economic conditions of the region. Stringent regulations on investments will create the impression of West Nusa Tenggara as an unattractive investment area, especially in a worsening condition of Indonesia in foreign investor’s view.
One example is the opening of a gold mine in Sumbawa. A foreign joint venture called Newmont has recently established its open mining area there. With an increase of expatriates in the project, it is expected to boost local economic activities (including tourism) as well as employment opportunities for the local community. The available jobs for local community is mostly for the unskilled ones, although in quite a big number. The open mining system, however, is considered as degrading the quality of land.

What is tourism planning?


Planning is the dynamic process of determining goals, systematically selecting alternative courses of actions to achieve those goals, implementing the chosen alternatives and evaluating the choice to determine if it is successful. The planning process regards the environment which includes political, physical, social and economic elements as interrelated and interdependent components which should be taken into account in considering the future of a destination.
Like any planning, tourism planning is goal-oriented, striving to achieve certain objectives by matching available resources and programs with the needs and wants of people. Comprehensive planning requires a systematic approach, usually involving a series of steps. The process is best viewed as an iterative and ongoing one, with each step subject to modification and refinement at any stage of the planning process.



There are six steps in the planning process:
1. Define goals and objectives.
2. Identify the tourism system.
a) Resources
b) Organizations
c) Markets
3. Generate alternatives.
4. Evaluate alternatives.
5. Select and implement.
6. Monitor and evaluate.

Minggu, 17 Juni 2012

Pariwisata Indonesia 2012: Tahun Pembuktian dan Harapan Perubahan

SEPANJANG tahun 2011,  dunia menghadapi tiga peristiwa terbesarnya yakni  ekonomi yang tidak stabil sebagai dampak krisis ekonomi Amerika Serikat danEropa, instabilitas politik dengan berbagai demonstrasi dan tergulingnya sejumlah pemimpin di Afrika Utara/ Timur Tengah, serta bencana alam yang merenggut sejumlah wilayah di dunia.


Beberapa dari peristiwa ini ada yang tidak terlalu berpengaruh kepada pariwisata Indonesia, namun ada juga yang berpengaruh langsung. Krisis ekonomi AS dan Eropa secara langsung tidak terlalu berdampak, selain karena jumlah kunjungan wisatawan asal negara-negara ini ke Indonesia terbilang kecil, juga karena ada keyakinan berdasarkan pengalaman sejauh ini, krisis ekonomi tidak terlalu signifikan menurunkan kunjungan, kecuali pada sisi pengeluaran yang lebih kecil daripada waktu normal.

Gelombang aksi unjukrasa di Timur Tengah, khususnya di destinasi wisata popular di kawasan ini, yakni Mesir dan Tunisia, telah berdampak sangat serius terhadap kunjungan ke negara tersebut, akibat instabilitas keamanan, namun di satu sisi justru memberikan “keuntungan” bagi negara-negara di yang memiliki pantai di kawasan Laut Medirania, seperti Spanyol, Turki, Italia, dan Yunani.  Namun terhadap Indonesia, tentunya kurang signifikan salah satunya karena faktor jarak yang begitu jauh, meskipun sebenarnya tetap membuka peluang besar jika saja Indonesia mampu memberikan sentuhan pemasaran yang cepat tanggap, khususnya bagi wisatawan asal Eropa dan Eropa Timur (Perancis, Rusia, Jerman, Italia dan Inggris).

Beberapa peristiwa bencana alam, khususnya yang terjadi di Jepang, juga banjir besar di Thailand, dapat disebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap Indonesia. Pengaruhnya, tentu saja, bisa dalam berbagai bentuk sesuai negaranya. Untuk Jepang, signifikansinya tentu karena negara ini merupakan lima besar negara sumber wisatawan bagi Indonesia, dan nomor dua terbesar untuk Bali.  Sementara bencana banjir di Thailand, bukan dalam konteks penurunan wisman asal Thailand ke Indonesia yang sebenarnya terbilang kecil, tapi justru kekurang  jelian kita dalam menangkap peluang untuk “mengalihkan” kunjungan wisatawan dari negara-negara lain yang sedianya berkunjung ke Thailand ke destinasi wisata di Indonesia. Sebut saja pasar utama mereka Malaysia, China, Inggris dan Jepang. Hal yang sama juga berlaku bagi Indonesia saat Jepang diguncang gempa dan bencana radiasi PLTN Fukushima.

Di dalam negeri, sejumlah peristiwa yang terkait pariwisata yang patut diperhitungkan antara lain adalah perubahan nama kementerian dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan bergesernya pejabat yang memimpinnya yaitu Jero Wacik yang dipindah ke Kementerian ESDM, dan digantikan oleh Mari Elka Pangestu di kementerian pariwisata, yang sebelumnya menduduki Menteri Perdagangan. Perubahan-perubahan itu semakin menarik ketika Presiden SBY memilih untuk mengangkat seorang wakil menteri yakni Sapta Nirwandar, yang sebelumnya menjabat Dirjen Pemasaran, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Selanjutnya adalah pelaksanaan sejumlah event MICE dan sport event antara lain SEA Games XVI dengan pembangunan berbagai venue di Palembang, Sumatera Selatan; pelaksanaan sejumlah pertemuan ASEAN mulai dari berbagai tingkatan pejabatnya, mulai dari menteri, hingga kepala negara/kepala pemerintahan seperti KTT ASEAN, KTT ASEAN plus 3 dan KTT Asia Timur, yang juga dihadiri Presiden AS Barack Obama dan PM China Wen Jiabao. Indonesia juga berhasil menggelar pertemuan pariwisata, Konferensi Pariwisata Indonesia untuk membahas persoalan yang terkait destinasi, keterpaduan antara pusat dan daerah dan hal-hal yang terkait dengan industry, meski masih perlu diuji apakah “apa yang terucap akan sama dengan apa yang diperbuat”.

Dari sisi destinasi, kita melihat menonjolnya beberapa destinasi pada tahun 2011, seperti Solo plus Yogyakarta dan Semarang (Jawa Tengah dan DI Yogyakarta), Lombok (NTB), Bangka Belitung, dan Sulawesi Selatan (Sulsel), termasuk Komodo (NTT).  Dapat disebut penonjolan itu lebih kuat dilakukan oleh pemerintah daerah masing-masing daripada oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata., kecuali dalam konteks pengembangan Kawasan Mandalika, Lombok, yang masih terkait dengan program MP3EI dari pemerintah. Persoalan ini ditutup dengan manis dengan kasus “pertengkaran” yang terjadi oleh pejabat di kementerian dalam kasus Komodo dengan pihak New7Wonders Foundation, yang menunjukkan bahwa kemenangan Komodo pada ajang itu adalah oleh kekuatan massa yang dikomandoi Jusuf Kalla, terlepas dari pro dan kontra mengenai kredibilitas penyelenggara ajang itu.

Dari sisi pemasaran, kita mendengar berbagai program pemasaran yang dilakukan mulai awal tahun 2011 dengan mengikuti berbagai pameran dan road show di luar negeri, namun sayangnya belum diketahui bagaimana efektivitas semua kegiatan yang menghabiskan anggaran cukup besar tersebut. Termasuk disini adalah pembiayaan sejumlah event wisata, pasar wisata, dan sport tourism di sejumlah daerah di Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimana dampak promosi dan pemasaran event tersebut terhadap pariwisata Indonesia? Mengapa sulit untuk mendatangkan peserta lebih banyak dari luar negeri? Kementerian juga gagal membentuk Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) yang merupakan amanat UUNo10/2009 tentang Kepariwisataan, namun disisi lain akibat dinamika yang begitu kuat dan peluang yang diberikan UU No10/2009 kita juga melihat trend pembentukan badan promosi di daerah, yang sebagian bergerak namun sebagian lagi stagnan. Kita tidak sepenuhnya mempersalahkan daerah dalam persoalan ini, tapi justru ikut menjadi tanggung jawab pusat yang kurang bisa memberikan tuntunan yang baik dan benar dalam urusan ini
Selain itu, strategi pemasaran yang masih terpaku pada pameran di luar negeri dan road show menunjukkan miskinnya pengelolaan pemasaran yang dilakukan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Tantangan yang menarik dari sisi online atau e-commerce yang belum begitu serius digarap, termasuk masih lemahnya industry dalam mengembangkan strategi pemasaran secara online. Yang lebih merepotkan, sepertinya belum terbentuknya sebuah formulasi yang mantap mengenai kerjasama antara “destinasi” dan “pemasaran”, terhadap persoalan ”siapa yang berhak untuk mengelola apa”, termasuk belum terintegarasinya bidang-bidang di kementerian saat berhadapan dengan sebuah event yang seharusnya bisa digarap bersama-sama.


Tantangan 2012
Bagaimana dengan tahun 2012 ini? Tahun ini, menurut saya akan menjadi tahun pembuktian, tahun dan kerja keras, dengan berbagai tantangan perubahan yang harus dijawab jajaran kementerian, termasuk industry dan stakeholder lainnya. Ibarat kancing baju, langkah pertama yang salah akan membuat kancing berikutnya juga salah. Harapan kita, Mari Elka Pangestu bisa dengan smooth melakukan berbagai perubahan itu. Apa saja?
Pertama, tentu saja terkait dengan adanya tantangan restrukturisasi organisasi kementerian dengan masuknya ekonomi kreatif. Saya melihat ini tantangan paling besar, karena akan sangat menentukan bagi perjalanan kementerian pada tahun pertama sejak diangkatnya menteri baru.

Dalam hal ini kita agaknya perlu memberikan saran bahwa konsep ekonomi kreatif harusnya dipandang sebagai pendukung pariwisata, bukan sebaliknya pariwisata sebagai bagian ekonomi kreatif. Cara pandang yang berbeda akan membuat struktur kementerian akan menjadi gemuk, dan bisa akan kehilangan orientasi karena tidak lagi focus kepada pengembangan pariwisata.

Kedua, terkait pemasaran, tahun 2012 akan menjadi tahun tantangan baru bagaimana pemasaran bukan lagi sekadar business as usual, tapi sebuah kondisi yang memaksa harus dengan pendekatan dan metode baru yang lebih efektif dan (kalau boleh) juga efisien. Bila perlu pameran di luar negeri harus dikurangi hanya terhadap event yang sudah terbukti berpengaruh kuat saja, mengurangi negara sasaran hanya kepada negara yang berdampak langsung, dan lebih banyak pada pendekatan bilateral. Harus ada reaksi cepat tanggap dalam arti melakukan intervensi pasar sesuai kondisi yang terjadi di tengah jalan, seperti dalam kasus-kasus yang dialami negara pesaing (seperti dialami Jepang dan Thailand di atas).  Selain itu, perlu keseriusan lebih untuk menggarap sisi online, dengan integrasi destinasi, dunia usaha dan membuka jaringan pemasaran baru di luar negeri. Bahkan demi transparansi public, bila perlu dilakukan review dan pelaporan serta pertanggungjawaban public setiap event pemasaran yang dilakukan di luar negeri.

Ketiga, dari sisi destinasi, Ripparnas memang telah disusun, tapi selain perlu sosialisasi, perlu penajaman-penajaman terkait rencana-rencana pembangunan kewilayahan dan program-program yang dilakukan sektor lain termasuk program-program lain. Kita harus mampu menjawab rencana induk yang sudah dibuat itu bisa menjawab tantangan pengembangan destinasi sesuai  tantangan riil perkembangan kawasan regional, dan mempertimbangkan kondisi geografis, geologis dan sosiologis yang ada. Menurut kami, untuk ke depan, tantangan riil yang kita hadapi terkait persaingan dengan negara tetangga, destinasi terkait dengan Kalimantan (Kalbar dan Kaltim), dan pantai Timur Sumatera (Jambi, Sumsel, Riau, Kepri, Babel) menjadi sangat menentukan, dan tidak boleh dipandang sebelah mata.

Keempat, tantangan efisiensi anggaran. Bagian ini rumit, karena anggaran 2012 tentu sudah ditetapkan sebelumnya. Namun begitu perlu menjadi bahan pemikiran misalnya efektivitas bantuan pendanaan untuk berbagai event, festival dan lainnya yang jangan sampai tidak bertanggungjawab. Salah satu yang sangat membantu tentunya adalah penataan ulang event atau festival yang ada di berbagai daerah, dan mendorong terwujudnya event tetap yang besar dan fokus dalam penggarapannya per destinasi, dan satu event pendukung, bila tidak per provinsi bisa juga perpaduan sejumlah provinsi yang terkait.  Begitu juga dengan event pameran wisata secara nasional, bila perlu didorong agar terjadi merger atau apapun istilahnya sehingga dapat dihasilkan hasil optimal.
Kelima, mengantisipasi pertumbuhan hotel di berbagai daerah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah didukung asosiasi terkait perlu membuat road map pembangunan hotel, dengan tetap menjaga persaingan usaha yang sehat. Bila perlu untuk destinasi tertentu yang kapasitas kamar yang ada sudah sangat melebihi dari potensi kunjungan yang ada untuk melakukan moratorium untuk jangka waktu sementara.

Keenam, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus mampu menjawab tantangan riset dan statistik pariwisata dan ekonomi kreatif yang mendukung perkembangan industry melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Miskinnya statistik dan riset yang mendukung industri sangat mencemaskan, dan harus kebangkitan pariwisata harus dimulai dari sana, termasuk menyediakan informasi tersebut kepada publik dan industri secara regular. Diantara riset dan statistik yang sangat mendesak untuk diadakan tahun 2012 ini adalah riset dan statistik wisata MICE.

Ketujuh, dari berbagai harapan ini, kita kemudian berharap khusus untuk penerimaan wisatawan mancanegara, adanya kenaikan signifikan yang tidak hanya berkutat pada angka persentase satu digit tapi melompat ke dua digit. Kemudian untuk wisatawan nusantara lebih agresif melalui berbagai skema pemberian kemudahan bagi perjalanan dan kampanye yang terus-menerus sebagai bagian dari Sadar Wisata, serta sinergi antardestinasi yang berdekatan.

Source: http://infopariwisata.wordpress.com

Objek Wisata Di Indonesia( Daya tarik wisata di Indonesia)

 

Objek Wisata Di Indonesia – Ada banyak sekali tempat tempat indah yang bisa anda kunjungi bersama pasangan atau keluarga besar. Seperti objek Wisata Alam, Wisata Budaya, Wisata Sejarah, Wisata Kuliner, Wisata Religius atau Wisata Olahraga. Objek Wisata Di Indonesia kaya akan keindahan alam yang membentang luas di seluruh Indonesia, Anda hanya perlu mengetahui tempat seperti apa yng anda inginkan maka Indonesia mempunyai jawabannya.
Di setiap kota yang ada di Indonesia pasti ada objek wisata yang memukau, namun kota/tempat objek wisata yang lebih di kenal atau lebih tenar di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pulau Bali
Objek Wisata Di Indonesia
Pulau Bali adalah salah satu pulau terindah di Dunia. Pulau Bali merupakan pulau wisata terbaik di antara pulau lainnya. Banyak sekali Obyek-obyek wisata yang di miliki Bali. Seperti Kintamani, Pantai Kuta, Danau Batur, Goa Gajah, Tampak
Siring, Bedugul, Tanah Lot dan sebagainya. Pulau ini kaya akan tempat yang sangat menakjubkan dengan arsitektur bangunan dan keindahan alam yang juga sudah diakui oleh dunia.
2. Borobudur
Objek Wisata Di Indonesia
Candi Borobudur adalah candi Budha terbesar di dunia. Candi ini dibangun ketika Samaratungga – raja dari dinasti Syailendra memerintah di Jawa Tengah. Candi ini tercatat sebagai salah satu tujuh keajaiban dunia. Candi Borobudur terletak di desa Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur sangat besar dan terbuat dari blok batu-batu besar dengan arsitektur yang sangat megah.
3. Pulau Komodo
Objek Wisata Di Indonesia
Pulau Komodo terletak di sebuah selat antara Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di Pulau Komodo terdapat kadal terbesar di dunia, yaitu biawak Komodo (Varanuskomodoensis). Komodo dipercaya sebagai sisa binatang purba Dinosaurus yang masih hidup. panjang komodo dapat mencapai 3 meter dengan berat bisa mencapai 140 kg. Pada peariran di pulau Komodo juga terdapat perairan yang termasuk keajaiban dunia bawah air. Dasar laut perairan Komodo adalah yang terbaik di dunia, di permukaan laut menyembulnya
daratan-daratan kering yang berbukit karang. Sangat pantas pulau Komodo dimasukan dalam daftar keajaiban di Indonesia.
4. Danau tiga warna Kelimutu
Objek Wisata Di Indonesia
Danau tiga warna Kelimutu adalah salah satu dari sembilan keajaiban dunia. Danau tiga warna terletak di Gunung Kelimutu, Flores,NTT. Disana ada tiga danau yang berdekatan namun dengan warna-warna yang berbeda. Danau kawah tersebut adalah Tiwu Ata Polo (danau merah), Tiwu Nua Muri Kooh Fai (danau hijau) dan Tiwu Ata Mbupu (danau biru). Danau Kelimutu merupakan satu-satunya danau di dunia yang airnya dapat berubah setiap saat, dari merah menjadi hijau tua dan kemudian merah hati, hijau tua menjadi hijau muda, coklat kehitaman menjadi biru langit. Fenomena alam ini merupakan keajaiban.
5. Puncak Jayawijaya dan Carstenz
Objek Wisata Di Indonesia
Puncak Jayawijaya dan Carstenz ini juga terdaftar sebagai salah satu dari tujuh puncak benua (Seven Summit) yang sangat fenomenal dan menjadi incaran pendaki gunung di berbagai belahan dunia. Puncak Jayawijaya terletak di Taman Nasional Laurentz, Papua. Puncak ini diselimuti oleh salju abadi. Salju abadi di Puncak Jayawijaya merupakan satu dari tiga padang salju di daerah tropis yang terdapat di dunia. Di negeri kita yang dilalui garis khatulistiwa ini, menyaksikan adanya
salju di Indonesia tentunya sesuatu yang mustahil untuk bisa dimengerti. Carstenz Pyramid (4884 mdpl) adalah salah satu puncak yang bersalju tersebut. Puncak tertinggi di Asia Tenggara dan Pasifik ini terletak di rangkaian Pegunungan Sudirman. Puncak ini terkenal tidak hanya karena tingginya, tetapi juga karena terdapat lapisan salju di puncaknya.
6. Prambanan
Objek Wisata Di Indonesia
Candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Candi Prambanan terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Candi ini dibangun pada sekitar tahun 850 Masehi. Arsitektur bangunan ini sangat megah dan terdapat candi-candi baik besar maupun kecil pada Komplek candi Prambanan ini. Juga ada legenda bahwa candi-candi tersebut hanya dibuat dalam satu malam saja oleh kesaktian Bandung bondowoso sebagai syarat mempersunting Loro Jonggrang. Tapi bukan karena legenda itu Prambanan dimasukkan dalam daftar ini tapi karena kehebatan arsitekturnya yang memukau dunia.
7. Bromo
Objek Wisata Di Indonesia
Gunung Bromo merupakan salah satu gunung dari lima gunung yang terdapat di komplek Pegunungan Tengger di laut pasir. Daya tarik gunung ini adalah merupakan gunung yang masih aktif. Obyek wisata Gunung Bromo ini merupakan fenomena alam dengan Kekhasan gejala alam yang tidak ditemukan di tempat lain adalah adanya kawah di tengah kawah (creater in the creater) dengan hamparan laut pasir yang mengelilinginya.
8. Toraja
Objek Wisata Di Indonesia
Toraja terletak Sulawesi Selatan. Tanah Toraja sangatlah unik, terutama dalam hal penguburan mayat. Mayat-mayat tidak dikubur, tetapi diletakkan di dalam gua-gua di bukit batu. Mayat-mayat ini ditemani oleh patung-patung yang menggambarkan orang yang meninggal tersebut. Di sini terdapat kuburan di bukit batu. Salah satu bentuk kuburan adalah
kuburan batu yang dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit batu. Menurut kepercayaan animisme Aluk To Dolo di kalangan orang Tana Toraja, makin tinggi tempat ditaruhnya mayat tersebut makin cepat
rohnya bertemu dengan Tuhan atau surga.
9. Krakatau
Objek Wisata Di Indonesia
Gunung Krakatau yang letusannya pernah mengguncangkan bumi. Gunung berapi ini pernah meletus pada tanggal 26 Agustus 1883. Letusannya sangat dahsyat dan juga menimbulkan tsunami yang menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Suara letusan gunung Krakatau sampai terdengar di Alice Springs, Australia dan pulau Rodrigues dekat Afrika. Gunung Krakatau berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Bahkan debunya dikatakan sampai ke luar angkasa. Walaupun Krakatau sudah tidak berbahaya seperti dulu lagi (mudah-mudahan) tapi sejarahnya merupakan salah satu keajaiban alam tersendiri.
10. Danau Toba
Objek Wisata Di Indonesia
Mungkin banyak yang tidak tahu bahwa Danau Toba dulunya adalah sebuah gunung berapi. Danau ini berada di bekas kawah supervolcano terbesar di dunia. Gunung Toba diperkirakan meletus pada 73 ribu tahun lalu. Letusan ini tercatat sebagai letusan Gunung api terbesar yang mempengaruhi iklim di seluruh dunia

source: http://www.mentari.biz/objek-wisata-di-indonesia.html

Jumat, 15 Juni 2012

istilah pariwisata terbaru

Dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 50 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TAHUN 2010 - 2025, yang dimaksud dengan:

1. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi
antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
pengusaha.
2. Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke
arah yang lebih baik yang di dalamnya meliputi
upaya-upaya perencanaan, implementasi dan
pengendalian, dalam rangka penciptaan nilai tambah
sesuai yang dikehendaki.
3. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional yang selanjutnya disebut dengan
RIPPARNAS adalah dokumen perencanaan
pembangunan kepariwisataan nasional untuk periode
15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2010
sampai dengan tahun 2025.
4. Daerah Tujuan Pariwisata yang selanjutnya disebut
Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang
berada dalam satu atau lebih wilayah administratif
yang di dalamnya terdapat Daya Tarik Wisata,
Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, aksesibilitas,
serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwujudnya Kepariwisataan.
5. Destinasi Pariwisata Nasional yang selanjutnya
disingkat DPN adalah Destinasi Pariwisata yang
berskala nasional.
6. Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang
selanjutnya disingkat KSPN adalah kawasan yang
memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki
potensi untuk pengembangan pariwisata nasional
yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau
lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan
budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya
dukung lingkungan hidup, serta pertahanan dan
keamanan.
7. Perwilayahan Pembangunan DPN adalah hasil
perwilayahan Pembangunan Kepariwisataan yang
diwujudkan dalam bentuk DPN, dan KSPN.
8. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil
buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
9. Aksesibilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana
dan prasarana transportasi yang mendukung
pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke
Destinasi Pariwisata maupun pergerakan di dalam
wilayah Destinasi Pariwisata dalam kaitan dengan
motivasi kunjungan wisata.
10. Prasarana Umum adalah kelengkapan dasar fisik
suatu lingkungan yang pengadaannya
memungkinkan suatu lingkungan dapat beroperasi
dan berfungsi sebagaimana semestinya.
11. Fasilitas Umum adalah sarana pelayanan dasar fisik
suatu lingkungan yang diperuntukkan bagi
masyarakat umum dalam melakukan aktifitas
kehidupan keseharian.
12. Fasilitas Pariwisata adalah semua jenis sarana yang
secara khusus ditujukan untuk mendukung
penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan
wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi
Pariwisata.
13. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan
peran masyarakat, baik secara individu maupun
kelompok, dalam memajukan kualitas hidup,
kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan
Kepariwisataan.
14. Pemasaran Pariwisata adalah serangkaian proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan,
menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi
dengan wisatawan untuk mengembangkan
Kepariwisataan dan seluruh pemangku
kepentingannya.
15. Industri Pariwisata adalah kumpulan Usaha
Pariwisata yang saling terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan
kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan
pariwisata.
16. Kelembagaan Kepariwisataan adalah kesatuan unsur
beserta jaringannya yang dikembangkan secara
terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, swasta dan masyarakat, sumber daya
manusia, regulasi dan mekanisme operasional, yang
secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang
Kepariwisataan.
17. Organisasi Kepariwisataan adalah institusi baik di
lingkungan Pemerintah maupun swasta yang
berhubungan dengan penyelenggaraan kegiatan
Kepariwisataan.
18. Sumber Daya Manusia Pariwisata yang selanjutnya
disingkat SDM Pariwisata adalah tenaga kerja yang
pekerjaannya terkait secara langsung dan tidak
langsung dengan kegiatan Kepariwisataan.
19. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan
barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
20. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada
usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung
peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan dan
pengelolaan Kepariwisataan.
21. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
22.Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang Kepariwisataan.
23. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau
Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.

PENGEMBANGAN PARIWISATA INDONESIA


Cetak
Ditulis oleh Setyanto P. Santosa   


Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan social dan ekonomi. Diawali dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azazi manusia, sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa “w here once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang termasuk pula Indonesia.
Dalam hubungan ini, berbagai negara termasuk Indonesia pun turut menikmati dampak dari peningkatan pariwisata dunia terutama pada periode 1990 – 1996. Badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak akhir tahun 1997, merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi masyarakat pariwisata Indonesia untuk melakukan re-positioning sekaligus re-vitalization kegiatan pariwisata Indonesia. Disamping itu berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan Nasional pariwisata mendapatkan penugasan baru untuk turut mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan memulihkan citra Indonesia di dunia internasional. Penugasan ini makin rumit terutama setelah dihadapkan pada tantangan baru akibat terjadinya tragedi 11 September 2001 di Amerika Serikat.

Menghadapi tantangan dan peluang ini, telah dilakukan pula perubahan peran Pemerintah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang pada masa lalu berperan sebagai pelaksana pembangunan, saat ini lebih difokuskan hanya kepada tugas-tugas pemerintahan terutama sebagai fasilitator agar kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh swasta dapat berkembang lebih pesat. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif.

Selain itu sub sektor pariwisata pun diharapkan dapat menggerakan ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Harapan ini dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism development .

KONDISI PARIWISATA INTERNASIONAL Berdasarkan data yang dikutip dari WTO , pada tahun 2000 wisatawan manca negara (wisman) internasional mencapai jumlah 698 juta orang yang mampu menciptakan pendapatan sebesar USD 476 milyar. Pertumbuhan jumlah wisatawan pada dekade 90-an sebesar 4,2 % sedangkan pertumbuhan penerimaan dari wisman sebesar 7,3 persen, bahkan di 28 negara pendapatan tumbuh 15 pesen per tahun.

Sedangkan jumlah wisatawan dalam negeri di masing-masing negara jumlahnya lebih besar lagi dan kelompok ini merupakan penggerak utama dari perekonomian nasional. sebagai gambaran di Indonesia jumlah wisatawan nusantara (wisnus) pada tahun 2000 adalah sebesar 134 juta dengan pengeluaran sebesar Rp. 7,7 triliun. Jumlah ini akan makin meningkat dengan adanya kemudahan untuk mengakses suatu daerah.

Atas dasar angka-angka tersebut maka pantutlah apabila pariwisata dikategorikan kedalam kelompok industri terbesar dunia ( the world's largest industry ), sebagaimana dinyatakan pula oleh John Naisbitt dalam buku tersebut diatas . Sekitar 8 persen dari ekspor barang dan jasa, pada umumnya berasal dari sektor pariwisata. Dan pariwisata pun telah menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan internasional dari sektor jasa, kurang lebih 37 persen, termasuk 5-top exports categories di 83% negara WTO, sumber utama devisa di 38% negara dan di Asia Tenggara pariwisata dapat menyumbangkan 10 –12 persen dari GDP serta 7 – 8 persen dari total employement .

Dominasi tujuan wisata pun mulai berubah. Apabila di tahun 1950, 15 tujuan wisata utama di dunia terkonsentrasi di Eropah Barat dan Amerika Utara, yang mendatangkan 97% dari jumlah wisatawan dunia, maka pada tahun 1999 jumlah ini menurun menjadi 62%, sisanya menyebar diberbagai belahan dunia terutama Asia Timur , Eropah Timur, dan Amerika Latin. Diantaranya di kawasan Asia Timur dan Pasifik, kedatangan wisatawan tercatat 122 juta diantaranya yang tertinggi diraih oleh Cina sebesar 31,29 juta dengan perolehan devisa USD 16,231 miliar. sedangkan terendah dari sepuluh besar adalah Jepang dengan kedatangan wisatawan 4,757 juta dan memperoleh devisa USD. 3,374 miliar. Dan Indonesia merupakan negara dengan urutan kedelapan yang dikunjungi oleh 5,064 juta dengan peroleh devisa USD. 5,7 miliar (pada tahun 2000).

Prospek pariwisata ke depan pun sangat menjanjikan bahkan sangat memberikan peluang besar, terutama apabila menyimak angka-angka perkiraan jumlah wisatawan internasional ( inbound tourism ) berdasarkan perkiraan WTO yakni 1,046 milyar orang (tahun 2010) dan 1,602 milyar orang (tahun 2020), diantaranya masing-masing 231 juta dan 438 juta orang berada di kawasan Asia Timur dan Pasifik. Dan akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD 2 triliun pada tahun 2020.

Berdasarkan angka perkiraan tersebut maka, para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.

Walaupun demikian, persaingan ini seharusnya disikapi pula bersama-sama dengan persandingan sehingga mampu menciptakan suasana co-opetition ( cooperation and competition ) terutama dengan negara tetangga yang lebih siap dan lebih sungguh-sungguh menangkap peluang datangnya wisatawan internasional di daerah mereka masing-masing. Paling tidak kita harus mampu menangkap dan memanfaatkan “ tetesan ” wisatawan yang berkunjung ke negara tetangga untuk singgah ke Indonesia.

PERUBAHAN POLA KONSUMSI

Disamping jumlah wisman yang makin meningkat, saat ini pun telah terjadi perubahan consumers-behaviour pattern atau pola konsumsi dari para wisatawan . Mereka tidak lagi terfokus hanya ingin santai dan menikmati sun-sea and sand, saat ini pola konsumsi mulai berubah ke jenis wisata yang lebih tinggi, yang meskipun tetap santai tetapi dengan selera yang lebih meningkat yakni menikmati produk atau kreasi budaya ( culture ) dan peninggalan sejarah ( heritage ) serta nature atau eko-wisata dari suatu daerah atau negara.

Perubahan pola wisata ini perlu segera disikapi dengan berbagai strategi pengembangan produk pariwisata maupun promosi baik disisi pemerintah maupun swasta. Dari sisi pemerintahan perlu dilakukan perubahan skala prioritas kebijakan sehingga peran sebagai fasilitator dapat dioptimalkan untuk mengantisipasi hal ini. Disisi lain ada porsi kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan oleh swasta yang lebih mempunyai sense of business karena memang sifat kegiatannya berorientasi bisnis.Dan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka perlu pula porsi kegiatan untuk pemerintah daerah yang akibat adanya otonomi daerah lebih memiliki wewenang untuk mengembangkan pariwisata daerah. Secara sederhana pembagian upaya promosi misalnya akan dapat ditempuh langkah-langkah dimana untuk pemerintah pusat melakukan country-image promotion , daerah melakukan destination promotion sesuai dengan keunggulan daerah masing-masing, sedangkan industri atau swasta melakukan product promotion masing-masing pelaku industri.

Di bidang budaya harus dirintis kembali pengembangan dan peningkatan kehidupan kebudayaan dikalangan masyarakat secara rutin dan berkesinambungan diberbagai tingkatan daerah sejak desa sampai ke perkotaan, tidak lagi dipusatkan hanya di Pusat ataupun di ibu kota propinsi. Gerakan massal ini memerlukan waktu minimal 5 – 10 tahun. Adanya upaya penyeragaman budaya menjadi budaya nasional, seperti pada masa lalu, haruslah dicegah agar ke-bhineka-an budaya dan kesenian dapat tumbuh berkembang dengan sehat dan alamiah. Apresiasi budaya dan kesenian diberbagai tingkatan harus dilakukan oleh rakyat secara spontan bukan lagi didasarkan karena adanya arahan dari pusat ataupun diselenggarakan melalui panitia pusat. Yang pada akhirnya setelah surat keputusan berakhir maka berbagai event ataupun festival pun tidak muncul lagi dan menunggu SK berikutnya. Paragdima berpikir semacam ini haruslah dikikis habis oleh para pelaku pariwisata itu sendiri. Dan seandainya pun Pemerintah ada dananya dan akan membantu kegiatan-kegiatan budaya kesenian, hendaknya hanyalah bersifat “ start-up ” untuk menggulirkan kegiatan tersebut pada tahap-tahap awal sedangkan untuk selanjutnya harus dapat dikembangkan sendiri dari swadaya masyarakat.

Dibidang peninggalan benda-benda sejarah pun hendaknya dilakukan pendekatan yang serupa, dalam arti penemuan situs-situs baru ataupun pemeliharan berbagai peninggalan sejarah atau pun museum, dilakukan tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kewajiban dinas semata atau “kenikmatan” disiplin ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kegiatan tersebut. Agar apresiasi terhadap peninggalan sejarah dapat lebih ditingkatkan maka pola berfikirpun hendaknya diadakan pula re-positioning yakni dengan menjadikannya sebagai salah satu daya tarik wisatawan dunia untuk berkunjung ke Indonesia. Perubahan ini tidak akan merusak keberadaan dari benda-benda bersejarah bahkan akan makin memberikan apresiasi yang lebih tinggi lagi baik terhadap upaya pemeliharaan benda bersejarah maupun terhadap budaya bangsa.

Menarik untuk disimak Deklarasi Bali tentang Conserving Cultural Heritage for Sustainable Social, Economic and Tourism Development pada tanggal 14 Juli 2000 antara lain : “ The growth of the tourist industry brings welcome economic development to many parts of the world. Cultural tourism is now a significant sector of this industry. Mass tourism and inappropriate behavior by tourists and those in the tourist industry can, and has, adversely affected the cultural identity of tourism centers. The tourism industry must recognize that it has a responsibility to contribute to the maintenance of the living culture on which it relies ”.

Dan sesungguhnya culture dan heritage ini adalah nyawanya atau “roh” dari kegiatan pariwisata Indonesia. Tanpa adanya budaya maka pariwisata akan terasa hambar dan kering, dan tidak akan memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

TEKNOLOGI DAN PARIWISATAData yang disajikan WTO terdapat pula hal yang menarik yakni bahwa ditemu kenali adanya 4 negara kelompok besar penyumbang wisatawan dunia yakni Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan Inggeris yang menyumbangkan 41% dari pendapatan pariwisata dunia. Dari segi teknologi, keempat negara inipun merupakan negara-negara terbesar pengguna teknologi informasi- internet, yakni 79 persen dari populasi internet dunia (tahun 1997) k.l. 130 juta pengguna internet. Angka-angka ini bukanlah secara kebetulan atau di-gathuk-gathukan , tetapi memang ada korelasi yang erat antara pemakaian teknologi informasi dengan peningkatan jumlah wisatawan di suatu negara.

Internet tidak semata-mata hanya merupakan temuan teknologi belaka, tetapi juga merupakan guru untuk mendidik manusia menemukan berbagai informasi (termasuk informasi pariwisata) yang diinginkannya, sehingga membuat hidup jauh lebih mudah ( to make life much easier) . Wisatawan kini tidak sabar menunggu informasi yang biasanya diberikan melalui biro jasa perjalanan ataupun organisasi lainnya. Mereka lebih senang mencari sendiri apa yang ada di benaknya sehingga mampu meyakinkan bahwa produk yang dipilihnya adalah yang terbaik.

Mengapa hal ini menjadi sangat penting di industri pariwisata ? Hal ini karena produk ataupun jasa yang diinginkan di sektor pariwisata tidak muncul ataupun “ exist ” pada saat transaksi berlangsung. Pada saat perjalanan wisata dibeli pada umumnya hanyalah membeli informasi yang berada di komputer melalui reservation system nya. Yang dibeli oleh wisatawan hanyalah “hak” untuk suatu produk, jasa penerbangan ataupun hotel. Berbeda dengan komoditas lainnya seperti TV ataupun kamera, wisata tidak dapat memberikan sample sebelum keputusan untuk membeli dilakukan, it cannot be sampled before the traveler arrives . Keputusan untuk membeli pun kebanyakan berasal dari rekomendasi dari relasi, brosur, atau iklan diberbagai media cetak. Jadi sesungguhnya bisnis pariwisata adalah bisnis kepercayaan atau trust .

Dengan adanya internet, informasi yang dibutuhkan untuk suatu perjalanan wisata tersedia terutama dalam bentuk World Wide Web atau Web. Konsumen sekarang dapat langsung berhubungan dengan sumber informasi tanpa melalui perantara. Dan saat ini dikenal new-truth para marketers pariwisata yakni

“ if you are not online, then you are not on-sale. If your destination is not on the Web then it may well be ignored by the millions of people who now have access to the internet and who expect that every destination will have a comprehensive presence on the Web. The Web is the new destination marketing battleground and if you are not in there fighting then you cannot expect to win the battle for tourist dollars”

Haruslah diyakini bahwa Web adalah saluran ideal dan alat yang ampuh untuk mempromosikan daerah tujuan wisata, dengan biaya yang sangat murah. Namun dalam berkompetisi ini yang harus diperhatikan, karena merupakan senjata utama kita, adalah kualitas dari informasi itu sendiri. Karena wisatawan akan mendasarkan keputusannya untuk mengunjungi suatu DTW atau obyek wisata hanya kepada berbagai informasi yang tersedia untuk mereka di Web. Sekali mereka mendapat informasi yang keliru maka keunggulan teknologi ini akan menjadi tidak ada gunanya

COMMUNITY-BASED TOURISM DEVELOPMENT Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang kemudian dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya diidentifikasi adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung konsep CBT yakni adventure travel , cultural travel dan ecotourism . Dibahas pula kaitannya dengan akomodasi yang dimiliki oleh masyarakat atau disebut small family-owned hotels yang biasanya berkaitan erat dengan tiga jenis kegiatan tersebut. Bank Dunia yakin bahwa peningkatan wisata adventur e , ecology dan budaya akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan sekitarnya sekaligus memelihara budaya, kesenian dan cara hidup masyarakat disekitarnya. Selain itu CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan, dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep ekonomi kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.

Yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam konsep CBT adalah wisatawan domestik (wisnus) yang perannya sangat besar dalam menumbuhkan dan mengembangkan obyek-obyek wisata yang nantinya diharapkan akan dikunjungi oleh wisman. Obyek-obyek wisata yang sering dan padat dikunjungi oleh wisnus akan memperoleh manfaat lebih besar dibandingkan dengan yang jarang dikunjungi wisnus. Makin banyak wisnus berkunjung , makin terkenal obyek tersebut dan pada akhirnya merupakan promosi untuk menarik datangnya wisman.

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka pengembangan dan pembangunan obyek wisata atas dasar CBT ini adalah merupakan salah satu tugas pemerintah daerah, meskipun tetap diupayakan agar hanya sampai sebatas sebagai fasilitator untuk menarik investor swasta melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Event-event pariwisata harus disusun secara konsisten sehingga dapat dijadikan acuan para pelaku pariwisata menjual ke berbagai pasar pariwisata dunia. Tanpa event yang tetap dan berkualitas maka akan sulit menarik pengunjung ke lokasi tersebut. Selain itu prasarana pariwisata pun harus ditingkatkan kualitasnya terutama yang terkait dengan kesehatan, kebersihan, keamanan dan kenyamanan.

NERACA SATELIT PARIWISATA (TOURISM SATELLITE ACCOUNT)

Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, maka mau tidak mau pariwisata pun harus mengikuti “ pakem” ilmu ekonomi yakni setiap kegiatan harus dapat di-kuantitatif-kan, yang pada umumnya melalui alat statistik sehingga dapat mencerminkan keadaan sesungguhnya dari pencapaian suatu kegiatan yang direncanakan. Sehingga masyarakat yang tidak langsung bergerak di kegiatan pariwisata dapat mengerti dalam bahasa yang lebih universal.

Pada waktu ini penghitungan angka-angka statistik pariwisata didasarkan pada data sekunder yang berasal dari berbagai lembaga yang terlibat langsung dengan kedatangan wisman, antara lain Imigrasi, Biro Pusat Statistik, Bank Indonesia, Depbudpar, Disparda,PHRI. Kesulitan akan dihadapi apabila angka-angka statistik kita digabungkan ataupun dibandingkan dengan angka statistik negara lainnya. seringkali tidak sepadan atau tidak “ apple to apple ”.

Untuk itulah WTO pada tahun 1991 dalam International Conference on Travel and Tourism Statistics di Ottawa, merekomendasikan diterapkannya ukuran baru tentang sumbangan pariwisata terhadap perekonomian yang dikenal dengan Tourism Satellite Account (TSA) atau NESPARNAS (Neraca Satelit Pariwisata Nasional). Standar statistik ini sesungguhnya mengacu kepada UN System of National Accounts yang menampilkan definisi dan klasifikasi yang dipergunakan untuk survai sesuai standar internasional, sumbangan terhadap perekonomian dan keterkaitannya dengan berbagai sektor ekonomi lainnya, konsumsi yang dilakukan oleh wisatawan baik untuk sektor pariwisata maupun sektor lainnya. Konsep-konsep penerapan TSA di Indonesia saat ini sedang dikembangkan dan diharapkan dalam waktu dekat akan dapat mulai diterapkan secara bertahap.